Minggu, 19 Mei 2013

ASKEP KONGJUNTIVITIS



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS KONJUNGTIVITIS

A PENGERTIAN.
Suatu peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, clamida, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia.

B PATOFISIOLOGI.
Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva terinfeksi dengan mikro organisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film, pada permukaan konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Tear film mengandung beta lysine, lysozyne, Ig A, Ig G yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada kuman pathogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis.

C PEMBAGIAN / KLASIFIKASI MENURUT GAMBARAN KLINIK.
1. Konjungtivitis Kataral.
 Konjungtivitis Kataral Akut.
Ä
Disebut juga konjungtivitis mukopurulenta, konjungtivitis akut simplek, “pink eyes”.
Penyebab:
Koch Weeks, stafilokok aureus, streptokok viridan, pneukok, dan lain-lain.

Tanda klinik:
Pada palpebra edema, konjungtiva palpebra merah kasar, seperti beledru karena ada edema dan infiltrasi. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtival banyak, kemosis dapat ditemukan pseudomembran pada infeksi pneumokok.
 Konjungtivitis Kataral Sub Akut.
Ä

Penyebab:
Sebagai lanjutan konjungtivitis akut atau oleh virus hemofilus influenza.

Tanda klinik:
Palpebra edema. Konjungtiva palpebra hiperemi tak begitu infiltratif. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva positif, tak ada blefarospasme dan secret cair.
 Konjungtivitis Katarak Kronik.
Ä
Sebagai lanjutan konjungtivitis kataral akut atau disebabkan kuman koch weeks, stafilokok aureus, morax axenfeld, E. Colli atau disebabkan juga obstruksi duktus naso lakrimal.

Tanda klinik:
Palpebra tak bengkak, margo palpebra bleparitis dengan segala akibatnya. Konjungtiva palpebra sedikit merah, licin, kadang-kadang hypertropis seperti beledru. Konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva ringan.

2. Konjungtivitis Purulen.
Dapat Disebabkan :
Gonorrhoe dan Nongonorrhoe akibat pneumokok, streptokok, meningokok, stafilokok, dsb.

Tanda Klinik :
Konjungtivitis akut, disertai dengan sekret yang purulen.
Pengertian :
Konjungtivitis yang hiperakut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoika.

Patofisiologi :
Proses peradangan hiperakut konjungtiva dapat disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoika, yaitu kuman bukan yang berbentuk kokkus, gram ngatif yang sering menjadi penyebab uretritis, pada pria dan vaginitis atau bartolinitis pada wanita. Infeksi ini dapat terjadi karena adanya kontak langsung antara Neisseria Gonorrhoika dengan konjungtiva.

Dibedakan Atas 3 Stadium, Yaitu :

 Stadium Infiltrat. :
Berlangsung selama 1-3 hari. Dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, bleparospasme. Konjungtiva palpebra hiperemi, bengkak, infiltrat mungkin terdapat pseudomembran diatasnya. Pada Konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang hebat, kemotik, sekret sereus kadang-kadang beradarah.

 Stadium Supuratif atau Purulenta.:
Berlangsung selama 2-3 minggu. Gejala-gejala tak begitu hebat lagi. Palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tak begitu tegang. Bleparospasme masih ada. Sekret campur darah, keluar terus menerus apabila palpebra dibuka yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat) oleh karena itu harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai mengenai mata pemeriksa.

 Stadium Konvalesen: (Penyembuhan) Hypertropi Papil.
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tak begitu hebat lagi. Palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltrat. Injeksi konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang.
Gejala / Gambaran Klinis :
Penyakit gonoblenore dapat terjadi secara mendadak. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa jam sampai 3 hari.
Keluhan utama : mata merah, bengkak dengan sekret seperti nanah yang kadang-kadang bercampur darah.
Pemeriksaan Laboratorium :
Kerokan konjungtiva atau getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan gram dan diperiksa dibawah mikroskop. Didapatkan sel-sel polimorfonuklear dalam jumlah banyak sekali. Kokus gram negatif yang berpasang-pasangan seperti biji kopi yang tersebar diluar dan didalam sel.

Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan klinik.
Pengobatan :
 Gonoblenore Tanpa Penyulit Pada Kornea.
Topikal :
Salep mata Tetrasiklin HCl 1 % atau Basitrasin yang diberikan minimal 4 kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam pada penderita dewasa, dilanjutkan sampai 5 kali sehari sampai terjadinya resolusi. Sebelum memberikan salep mata, mata harus dibersihkan terlebih dahulu.
Sistemik :
Pada orang dewasa diberikan Penisillin G 4,8 juta IU intra muskuler dalam dosis tunggal ditambah dengan Probenesid 1 gram per-oral, atau Ampisillin dalam dosis tunggal 3,5 gram per-oral. Pada neonatus dan anak-anak diberikan injeksi Penisillin dengan dosis 50.0000 – 100.0000 IU/Kg BB.
 Gonoblenore Dengan Penyulit Pada Kornea.
Topikal :
Dapat dimulai dengan salep mata Basitrasin setiap jam atau Sulbenisillin tetes mata, disamping itu diberikan juga Penisillin konjungtiva.
Sistemik :
Pengobatan sistemik diberikan seperti pada gonoblenore tanpa ulkus kornea.
3. Konjungtivitis Flikten.
Merupakan peradangan terbatas dari konjungtiva dengan pembentukan satu atau lebih dari satu tonjolan kecil, berwarna kemerahan yang disebut flikten.
Penyebab : alergi terhadap
o Tuberkulo protein, pada penyakit TBC.
o Infeksi bakteri : koch weeks, pneumokok, stafilokok, streptokok.
o Virus : herpes simpleks.
o Toksin dari moluskum kontagiosum yang terdapat pada margo palpebra.
o Jamur pada kandida albikans.
o Cacing : ascaris, tripanosomiasis.
o Infeksi fokal : gigi, hidung, telinga, tenggorokan dan traktus urogenital.

Konjungtivitis 2 macam :

 Konjungtivitis Flikten.
F
Tanda radang tak jelas, hanya terbatas pada tempat flikten, sekret hampir tak ada
.
 Konjungtivitis Kum Flikten.
F
Tanda radang jelas, sekret mukos, mukopurulen, biasanya karena infeksi sekunder pada konjungtivitis flikten.
Keluhan :
Lakrimasi, fotofobia, bleparospasme. Oleh karena dasarnya alergi, maka cepat sembuh tetapi cepat kambuh kembali, selama penyebabnya masih ada di dalam tubuh.

4. Konjungtivitis Membran / Pseudo Membrane.
Ditandai dengan adanya masa putih atau kekuning-kuningan, yang menutupi konjungtiva palpebra bahkan konjungtiva bulbi.
Didapat pada :
• Difteri primer atau sekunder dari nasopharynx.
• Streptokokus beta hemolitik eksogen maupun endogen.
• Steven Johnson Syndrome.

Gejala klinik :
Palpebra bengkak. Konjungtiva palpebra : hiperemi dengan membrane diatasnya. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), mungkin ada membrane. Kadang-kadang ada ulkus kornea. Konjungtivitis pseudomembrane umumnya terdapat pada semua konjungtivitis yang bersifat hiperakut atau purulen seperti konjungtivitis gonore, akibat gonokok, epidemik keratokonjungtivitis, inclusion konjungtivitis.

5. Konjungtivitis Vernal.
Dinamakan psring catarh karena banyak ditemukan pada musim bunga di daerah yang mempunyai empat musim.
Keluhannya mata sangat gatal, terutama berada pada lapangan terbuka yang panas terik. Sering menunjukkan alergi terhadap tepung sari dan rumput-rumputan.

6. Konjungtivitis Folikularis Nontrakoma.
Dibagi lagi menjadi :
 Konjungtivitis folikularis akut, yang disebabkan oleh virus termasuk golongan ini adalah :
o Inclusion konjungtivitis.
o Keratokonjungtivitis epidemika.
o Demam faringokonjungtiva.
o Keratokonjungtivitis herpetika.
o Konjungtivitis new castle.
o Konjungtivits hemoragik akut.
 Konjungtiva folikularis kronika.
 Konjungtiva folikularis toksika / alergika.
7. Konjungtivitis Folikularis Trakoma.
Penyebab virus dari golongan P.L.T (Psittacosis Lympogranuloma Tracoma)

D PEMERIKSAAN LABORATORIUM.
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil.

E DIAGNOSIS.
Ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksasan klinik di dapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva
.
F PENGOBATAN.
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %).

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KONJUNGTIVITIS

A. BIODATA.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinana, alamat, penanggung jawab.

B. RIWAYAT KESEHATAN .
1. Riwayat Kesehatan Sekarang.
 Keluhan Utama :
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan kemerahan disekitar mata, epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
 Sifat Keluhan
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
 Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama, trauma mata, alergi obat, riwayat operasi mata.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular (konjungtivitis).

C. PEMERIKSAAN FISIK.
Data Fokus :
Objektif : VOS dan VOD kurang dari 6/6.
Mata merah, edema konjungtiva, epipora, sekret banyak keluar terutama pada konjungtivitis purulen (Gonoblenorroe).
Subjektif : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal, panas.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva, ditandai dengan :
 Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan.
 Raut muka /wajah klien terlihat kesakitan (ekspresi nyeri).
Kriteria hasil:
Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
Ä
 Ajarkan kepada klien metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam
Ä dan teratur.
 Berikan kompres hangat pada mata yang nyeri.
Ä
 Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman,
Ä aman dan tenang.
 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic.
Ä
Rasionalisasi :
o Dengan penjelasan maka klien diharapkan akan mengerti.
o Berguna dalam intervensi selanjutnya.
o Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor yang berupa kebisingan.
o Menghilangkan nyeri, karena memblokir syaraf penghantar nyeri.
Evaluasi :
 Mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
J
 Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.
J
 Menunjukkan perasaan rileks.
J

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya, ditandai dengan :
 Klien mengatakan tentang kecemasannya.
 Klien terlihat cemas dan gelisah.
Kriteria hasil :
Klien mengatakan pemahaman tentang proses penyakitnya dan tenang.
Intervensi :
 Kaji tingkat ansietas / kecemasan.
Ä
 Beri penjelasan tentang proses penyakitnya.
Ä
 Beri dukungan moril berupa do’a untuk klien.
Ä
Rasionalisasi :
o Bermanfaat dalam penentuan intervensi.
o Meningkatkan pemahaman klien tentang proses penyakitnya
o Memberikan perasaan tenang kepada klien.

Evaluasi :
 Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi ansietas.
J
 Mendemonstrasikan pemahamaan proses penyakit.
J

3. Resiko terjadi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses peradangan.
Kriteria hasil :
Penyebaran infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
 Bersihkan kelopak mata dari dalam ke arah luar
Ä (k/p lakukan irigasi).
 Berikan antibiotika sesuai dosis dan umur.
Ä
 Pertahankan tindakan septik dan aseptik.
Ä
Rasionalisasi :
o Dengan membersihkan mata dan irigasi mata, maka mata menjadi bersih.
o Pemberian antibiotik diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi.
o Diharapkan tidak terjadi penularan baik dari pasien ke perawat atau perawat ke pasien.
Evaluasi :
 Tidak terdapat tanda-tanda dini dari penyebaran penyakit.
J

4. Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada kelopak mata (bengkak / edema).
Intervensi :
 Kaji tingkat penerimaan klien.
Ä
 Ajak klien mendiskusikan keadaan.
Ä
 Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
Ä
 Jelaskan perubahan yang terjadi.
Ä
 Berikan kesempatan klien untuk menentukan keputusan tindakan yang dilakukan.
Ä
Evaluasi :
 Mendemonstrasikan respon adaptif perubahan konsep diri.
J
 Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan dan perkembangan ke arah penerimaan.
J

5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
Kriteria hasil :
Cedera tidak terjadi.
Intervensi :
 Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membungkuk.
Ä
 Orientasikan pasien terhadap lingkungan, dekatkan alat yang dibutuhkan pasien ke tubuhnya.
Ä
 Atur lingkungan sekitar pasien, jauhkan benda-benda yang dapat menimbulkan kecelakaan.
Ä
 Awasi / temani pasien saat melakukan aktivitas.
Ä
Rasionalisasi :
o Menurunkan resiko jatuh (cedera).
o Mencegah cedera, meningkatkan kemandirian.
o Meminimalkan resiko cedera, memberikan perasaan aman bagi pasien.
o Mengontrol kegiatan pasien dan menurunkan bahaya keamanan.

Evaluasi :
 Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
J
 Menunjukkan perubahan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
J
 Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
J
























DAFTAR PUSTAKA


 Wijana, Nana. 1990. Ilmu Penyakit mata. Cetakan V. Jakarta.


Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab / UPF Ilmu Penyakit Mata. RSU Sutomo. 1994. Surabaya.

           Carpenito, Lynda Jual

Minggu, 28 April 2013

Panggul Wanita

PANGGUL WANITA (BIDANG -UKURANNYA)


A. Panggul terdiri atas
1. Bagian keras yang dibentuk oleh tulang
2. Bagian yang lunak dibentuk oleh otot – otot dan ligamentum

B. Bagian Keras Panggul
Tulang panggul terdiri atas empat tulang :
1. 2 tulang pangkal paha (ossa coxae)
2. 1 tulang kelangkang (os sacrum)
3. 1 tulang tungging (os coccygis)

C. Tulang pangkal paha (ossa coxae) terdiri dari
a. Tulang usus (os ilium)
1. Merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk bagian atas dan belakang dari panggul.
2. Bagian atas merupakan pinggir tulang yang tebal yang disebut crista iliaca.
3. Ujung depan maupun belakang dari crista iliaca menonjol disebut spina iliaca anterior superior dan spina iliaca posterior superior.
4. Sedikit dibawah spina iliaca anterior superior terdapat tonjolan tulang lagi ialah spina iliaca anterior inferior, sedangkan sebelah bawah spina iliaca posterior superior terdapat spina iliaca posterior inferior.
5. Dibawah spina iliaca posterior inferior terdapat tekik (lekuk) yang disebut incisura ischiadica mayor.
6. Pada os ilium terdapat lajur ialah linea innominata (linea terminalis) yang menjadi batas antara panggul besar dan panggul kecil.

b. Tulang duduk (os ischium)
1. Terdapat sebelah bawah dari tulang usus
2. Pinggir belakang berduri disebut Spina Ischiadica
3. Dibawah spina ischiadica terdapat incisura ischiadica minor. Pinggir bawah tulang duduk sangat tebal, bagian inilah yang mendukung berat badan kalau kita duduk dan disebut tuber ischiadicum.

c. Tulang kemaluan (os pubis)
1. Terdapat sebelah bawah dan depan dari tulang usus. Dengan tulang duduk, tulang ini membatasi sebuah lubang dalam tulang panggul yang disebut foramen obturatorium.
2. Tangkai tulang kemaluan yang berhubungan dengan tulang usus disebut rasmus superior ossis pubis.
3. Sedangkan yang berhubungan dengan tulang duduk disebut rasmus inferior ossis pubis.
4. Rasmus inferior kiri dan kanan membentuk arcus pubis.

D. Tulang kelangkang (os sacrum)
1. Berbentuk segitiga
2. Melebar diatas dan meruncing kebawah
3. Terletak sebelah belakang antara kedua pangkal paha
4. Terdiri dari 5 ruas tulang bersenyawa
5. Permukaan depannya cekung dari atas kebawah maupun dari samping ke samping
6. Kiri dan kanan dari garis tengah nampak lima buah lobang disebut foramina sacralia anteriora.
7. Lubang ini dilalui urat –urat syaraf yang akan membentuk flexus dan pembuluh darah kecil
8. Flexus sacralis ini melayani tungkai, oleh karena itu kadang-kadang penderita merasa nyeri atau kejang di kaki, kalau flexus sacralis ini tertekan pada waktu kepala turun ke dalam rongga panggul.
9. Permukaan belakang tulang kelangkang gembung dan kasar. Di garis tengahnya terdapat deretan duri disebut crista sacralis
10. Ke atas tulang kelangkang berhubungan dengan ruas ke 5 tulang pinggang
11. Bagian atas dari sacrum yang mengadakan perhubungan ini menonjol ke depan disebut promontorium.

E. Tulang tungging (os coxigis)
1. Berbentuk segitiga dan terdiri atas 3-5 ruas bersatu
2. Pada persalinan ujung tulang tungging dapat ditolak sedikit ke belakang, hingga ukuran pintu bawah panggul bertambah besar

F. Ruang Panggul (Pelvis Cavity)
(1) Pelvis major (false pelvis)
(2) Pelvis minor (true pelvis)
Pevis major terletak di atas linea terminalis yang di bawah disebut pelvis minor.

G. Pintu Panggul
(1) Pintu atas panggul (PAP) = Disebut Inlet dibatasi oleh promontorium, linea inominata dan pinggir atas symphisis.
(2) Ruang tengah panggul (RTP) kira-kira pada spina ischiadica, disebut midlet
(3) Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus pubis, disebut outlet
(4) Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada antara inlet dan outlet.

H. Inklinasi panggul / miring panggul
yaitu sudut antara pintu atas panggul dengan bidang sejajar tanah, pada wanita yang berdiri sudut ini 55 derajad.

I. Menentukan ukuran panggul
Ukuran panggul dapat ditentukan secara:
1. Klinik (pelvimetri klinik)
2. Rontgen pelvimetri

1. Pelvimetri Klinik
Pintu atas panggul
Ukuran terpenting dari pintu atas panggul adalah konjugata vera yang dapat diukur secara tidak langsung yaitu dengan mengukur konjugata diagonalis dengan pemeriksaan dalam:
1,5 – 2 cm (CV = CD – 1,5)

Pada panggul yang normal promontorium tidak dapat diraba dengan pemeriksaan dalam karena konjugata diagonalis cukup panjang. Sedangkan pada panggul yang sempit promotorium dapat diraba.

Pintu atas panggul dianggap normal bila:
a. CD > 11,5 cm
b. Multigravida dengan riwayat obstetric yang baik
c. Pada primigravida setelah kehamilan 36 minggu, kepala sudah masuk pintu atas panggul

Ukuran terbesar kepala sudah melewati pintu atas panggul
1. Pemeriksaan luar: Leopold IV divergen
2. Pemeriksaan dalam:
Jarak bidang pintu atas panggul sampai spina iskhiadika adalah 5 cm, jarak bidang biparietal adalah 3-4 cm. Maka jika bagian terendah kepala sudah mencapai spina iskhiadika atau lebih rendah, berarti ukuran terbesar kepala sudah melewati pintu atas panggul.

J. Ukuran – ukuran panggul
Ukuran-ukuran luar tak dapat dipergunakan untuk penilaian,apakah persalinan dapat berlangsung secara biasa atau tidak. Walaupun begitu ukuran-ukuran luar dapat memberikan petunjuk pada kita akan kemungkinan panggul sempit.

Ukuran luar yang terpenting ialah:
1. Distantia spinarum :
Jarak antara spina iliaca anterior superior kiri dan kanan (Ind. 23, Er. 26), kurang lebih 24 – 26 cm
2. Distantia cristarum :
Jarak yang terjauh antara crista iliaca kanan dan kira (Ind. 26, Er. 29), kurang lebih 28 – 30 cm.
3. Conjugata externa (Baudeloque) :
Jarak antara pinggir atas symphysis dan ujung prosessus spinosus ruas tulang lumbal ke-V (Ind. 18, Er. 20), 18 cm.
4. Ukuran lingkar panggul :
Dari pinggir atas symphysis ke pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan trochanter major sepihak dan kembali melalui tempat – tempat yang sama di pihak yang lain (Ind. 80, Er. 90), kurang lebih 10,5 cm.

Ukuran dalam panggul :
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium, linea inniminata, dan pinggir atas simfisis pubis
1. konjugata vera : dengan periksa dalam diperoleh konjugata diagonalis 10,5-11 cm
2. konjugata transversa 12-13 cm
3. konjugata obliqua 13 cm
4. konjugata obstetrica adalah jarak bagian tengah simfisis ke promontorium

K. Jenis Panggul
Berdasarkan pada ciri-ciri bentuk pintu atas panggul, ada 4 bentuk pokok jenis panggul :
(1) Ginekoid : paling ideal, panggul perempuan, diameter anteroposterior sama dengan diameter transversa bulat : 45%
(2) Android : panggul pria, PAP segitiga, diameter transversa dekat dengan sacrum. segitiga : 15%
(3) Antropoid : agak lonjong seperti telur, diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa.
(4) Platipeloid : picak, diameter transversa lebih besar daripada diameter anteroposterior, menyempit arah muka belakang : 5%

L. Perbedaan bentuk panggul pria dan wanita
1. Pada wanita, dinding pelvis spurium dangkal, SIAS menghadap ke ventral. Pada pria, dinding pelvis spurium tajam / curam, SIAS menghadap ke medial.
2. Pada wanita, apertura pelvis superior berbentuk oval. Pada pria, apertura pelvis superior berbentuk heart-shaped, lengkung, dengan promontorium os sacrum menonjol ke anterior.
3. Pada wanita, pelvis verum merupakan segmen pendek suatu kerucut panjang. Pada pria, pelvis verum merupakan segmen panjang suatu kerucut pendek.
4. Pada wanita, ukuran-ukuran diameter rongga panggul lebih besar (perbedaan sampai sebesar 0.5-1.5 cm) dibandingkan ukuran-ukuran diameter rongga panggul pria.
5. Pada wanita, apertura pelvis inferior berbentuk bundar, diameter lebih besar. Pada pria, apertura pelvis inferior berbentuk lonjong dan kecil.
6. Pada wanita, angulus subpubicus adalah sudut lebar / besar. Pada pria, angulus subpubicus merupakan sudut tajam / kecil.

M. Sumbu Panggul
Sumbu panggul adalah garis yang menghubungkan titik-titik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan (sumbu Carus)

Bidang-bidang :
(1) Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas symphisis dan promontorium
(2) Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir bawah symphisis.
(3) Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadika kanan dan kiri.
(4) Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi os coccygis

N. Bagian Lunak Panggul
Terdiri atas otot, ligamentum dan fascia, yang meliputi dinding panggul sebelah dalam dan menutupi panggul sebelah bawah (dasar panggul)
1. Lapisan luar.
• M.sfingter ani ekternus, yang mengelilingi anus.
• M. Bulbokavernosus, yang mengelilingi vulva.
• M. Transversus parinea suferfisialis.
2. Lapisan tengah
• M. Transversus parinea profundus.
• M. Stingfer uretra.
3. Lapisan dalam (diafragma pelvis)
• M. Pubokoksigeus.
• M. Iliokoksigeus.
• M. Koksigeus

Rabu, 31 Oktober 2012

model keperawatan


Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) TIM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi. Manajemen mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan. Manajemen keperawatan merupakan proses bekerja melalui anggota staf untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Proses manajemen keperawatan sejalan dengan keperawatan sebagai salah satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional, sehingga diharapkan keduanya saling menopang.
Adanya tuntutan pengembangan pelayanan kesehatan oleh masyarakat umum, termasuk di dalamnya keperawatan, merupakan salah satu faktor yang harus dicermati dan diperhatikan oleh tenaga perawat, sehingga perawat mampu berkiprah secara nyata dan diterima dalam memberikan sumbangsih bagi kemanusiaan sesuai ilmu dan kiat serta kewenangan yang dimiliki. Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam pelayanan keperawatan adalah melakukan manajemen keperawatan dengan harapan adanya faktor kelola yang optimal mampu meningkatkan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.
Ruangan atau bangsal sebagai salah satu unit terkecil pelayanan kesehatan merupakan tempat yang memungkinkan bagi perawat untuk menerapkan ilmu dan kiatnya secara optimal. Namun perlu disadari, tanpa tanpa adanya tata kelola yang memadai, kemauan, dan kemampuan yang kuat, serta peran aktif dari semua pihak, maka pelayanan keperawatan profesional hanyalah akan menjadi teori semata. Untuk itu, penulis tertarik untuk membahas Salah satu Model Asuhan Keparawatan yaitu, Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Model Asuhan Keperawatan professional ?
2. Bagaimana konsep dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional ?
3. Bagaimna Tanggung Jawab Perawat Dalam Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim ?
4. Bagaimana strategi kerja dari Tim ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Model Asuhan Keperawatan (MAKP) Tim
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui konsep Model Asuhan Keperawatan professional (MAKP)
2. Mengetahui konsep dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
3. Mengetahui Tanggung Jawab Perawat Dalam Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
4. Mengetahui strategi kerja dari Tim

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah Model Asuhan Keperwatan Profesional (MAKP) Tim, penulis menggunakan metode Tinjauan Pustaka yaitu menggunakan beberapa referensi buku yang berkaitan dengan pokok bahasan dan searching internet.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional
1. Pengertian
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
2. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Mc. Laughin, Thomas dean Barterm (1995) mengidentifikasikan 8 model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum dilakukan di rumah sakit adalah Keperawatan Tim dan Keperawatan Primer. Karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Marquis & Huston, 1998; 143) yaitu:
1. Sesuai dengan visi dan misi institusi
2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan.
3. Efisien dan efektif penggunaan biaya.
4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat.
5. Kepuasan kinerja perawat.
3. Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP)
Menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998) ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu:
1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 – 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas ( tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam, 2007).
2. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2007).
4. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer
Menurut Gillies (1986) perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinutas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4 – 6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat dirumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas , kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse)
5. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif ( Douglas, 1984).

B. Konsep Dasar Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif ( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut:
1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik kepemimpinan.
2. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
3. Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.
Metode yang digunakan bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan kemampuannya.Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda- beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim/ group yang terdiri dari tenaga professional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2007):
a. Kelebihan :
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2. Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
b. Kelemahan :
1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
2. Akuntabilitas dalam tim kabur
3. Perawat tidak trampil berlindung pada perawat trampil
Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu:
1. Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional (Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.
2. Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.
C. Tanggung Jawab Perawat Dalam Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim
1. Tanggung jawab anggota tim:
a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya.
b. Bekerjasama dengan anggota tim dan antar tim.
c. Memberikan laporan.
2. Tanggung jawab ketua tim:
a. Membuat perencanaan.
b. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi.
c. Mengenal/ mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.
d. Mengembangkan kemampuan anggota.
e. Menyelenggarakan konferensi.
3. Tanggung jawab kepala ruang:
a. Perencanaan
1. Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing- masing.
2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.
3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi dan persiapan pulang bersama ketua tim.
4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/ penjadwalan.
5. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologis, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keparawatan:
• Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan.
• Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan.
• Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah.
• Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk RS.
8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.
9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan.
10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan di rumah sakit.
b. Pengorganisasian
1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
2. Merumuskan tujuan metode penugasan.
3. Membuat rincian tugas tim dan anggota tim secara jelas.
4. Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua tim membawahi 2 – 3 perawat.
5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dan lain- lain.
6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
7. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
8. Mendelegasikan tugas kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua tim.
9. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.
10. Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c. Pengarahan
1. Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
2. Memberikan pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik.
3. Memberikan motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
4. Menginformasikan hal – hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien.
5. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.
6. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.
7. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.

d. Pengawasan
1. Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim dalam pelaksanaan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
2. Melalui supervisi:
• Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/ mengawasi kelemahannya yang ada saat itu juga.
• Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas.
• Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim. Audit keperawatan.

D. Strategi Kerja Tim
Saat pasien baru masuk di ruang rawat, pasien dan keluarga akan diterima oleh ketua tim dan diperkenalkan kepada anggota tim yang ada. Kemudian ketua tim memberikan orientasi tentang ruang, peraturan ruangan, perawat bertanggung jawab (ketua Tim) dan anggota tim.
Ketua tim (dapat dibantu anggota tim) melakukan pengkajian, kemudian membuat rencana keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang sudah ada setelah terlebih dahulu melakukan analisa dan modifikasi terhadap rencana keperawatan tersebut sesuai dengan kondisi pasien.
Setelah menganalisa dan memodifikasi rencana keperawatan, ketua tim menjelaskan rencana keperawatan tersebut kepada anggota tim, selanjutnya anggota tim akan melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan dan rencana tindakan medis yang dituliskan rdi format tersendiri. Tindakan yang telah dilakukan anggota tim kemudian didokumentasikan pada format yang tersedia.
Bila anggota tim menerima pasien pada sore dan malam hari atau pada hari libur, pengkajian awala dilakukan oleh anggota tim terutama yang terkait dengan masalah kesehatan utama pasien, anggota tim membuat masalah keperawatan utama dan melakukan tindakan keperawatan dengan terlebih dahulu mendiskusikannya dengan penanggung jawab sore/malam/hari libur. Saat ketua tim ada, pengkajian dilengkapi oleh ketua timkemudian membuat rencana yang lengkap dan selanjutnya akan menjadi panduan bagi anggota tim dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Pada dinas pagi ketua tim bersama anggota tim melakukan operan dari dians malam (hanya pasien yang dirawat oleh tim yang bersangkutan), selanjutnya dengan anggota tim pagi melakukan konferens tentang permasalahan pasien untuk tiap anggota tim, dan mengkoordinasikan tugas tiap anggota tim.
Selain dengan dokter anggota tim, ketua tim juga melakukan komunikasi langsung dengan dokter, ahli gizi dan tim kesehatan lain untuk membahas perkembangan pasien dan perencanaan baru yang pelu dibuat. Selain itu mengidentifikasi pemeriksaan penunjang yang telah ada dan yang perlu dilakukan selanjutnya. Bila terdapat rencana baru atau tindakan yang perlu dilakukan, maka ketua tim akan mengkomunikasikan kepada anggota tim untuk melaksanakannya. Jika terdapat tindakan spesifik yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh anggota tim maka ketua tima yang akan melakukan langsung tindakan tersebut. Terutama melakukan intervensi pedidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga akan dilakukan oleh ketua timyang didasarkan atas hasil pengkajian pada kebutuhan peningkatan pengetahuan. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan mandiri oleh ketua tim atau kolaborasi, misalnya ahli gizi untuk penjelasan mengenai diet pasien yang benar.
Selama anggota tim melakukan asuhan keperawatan pada pasien, ketua tim akan memonitor tindakan yang akan dilakukan dan member bimbingan pada anggota tim. Anggota tim selama melakukan asuhan keperawatan harus mendokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan pada format-format yang terdapat pada papan dokumentasi. Kemudian ketua tim akan memonitor dan mengevaluasi dokumentasi yang dibuat oleh anggota tim.
Setiap hari ketua tim mengevaluasi perkembangan pasien dengan mendokumentasikan pada catatan perkembangan dengan metoda SOAP, catatan perkembangan pasien ini bagi anggota tim juga menjadi panutan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Bila ada pasien yang akan pulang atau pindah ke unit perawatan lain, ketua tim akan membuat resume keperawatan, sebagai inormasi tentang asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien selama dirawat yang berisi masalah-masalah pasien yang timbul dan masalah yang sudah teratasi, taindakan keperawatan yang telah dilakukan dan pendidikan kesehatan yang telah diberikan.
Pada pergantian dinas pagi-sore dilakukan peran anggota tim sore yang didampingi oleh ketua tim. Komponen utama yang diinformasikan dalam operan antara lain keadaan umum pasien, tindakan/intervensi yang telah dilakukan dan atau tindakan yang belum dilakukan, hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh perawat dinas sore dan malam yang berkaitan dengan perencanaan keperawatan pasien yang akan dibuat oleh ketua tim. Selanjutnya bila perlu ketua tim melengkapi informasi penting yang belum disampaikan kepada dinas sore. Anggota tim juga menulis laporan pagi/sore/malampada format yang tersedia.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur, proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Hoffart & Woods, 1996).
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif ( Douglas, 1984).
Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya yaitu (Nursalam, 2007):
Kelebihan :
1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
2. Mendukung pelaksanakaan proses keperawatan.
3. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan :
1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
2. Akuntabilitas dalam tim kabur
3. Perawat tidak trampil berlindung pada perawat trampil
Pada Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim, ketua tim membuat rencana asuhan keperawatan kemudian mengkomunikasikan kepda anggota tim untuk melaksanakan intervensi keperawatan. Anggota Tim bertanggung jawab kepada ketua tim terhadap pemberian asuhan keperawatan pada pasien selanjutnya ketua tim mengevaluasi serta mendokumentasikan.
B. Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini, pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dan perawat dapat memahami Model Asuhan Keperawatan Profesional Tim serta dapat menerapkannya pada praktik manajemen keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi Dan Prakitk Keperawatan Professional . Jakarta : EGC Kedokteran
Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional, ed.2. Jakarta: Salemba Medika.
Rusdi, I. 2008. Model Pemberian Asuhan Keperawatan (nursing care delivery models), diakses 6 Februari 2012,
Somantri, I. Konsep Model Asuhan Keperawatan Profesional, FIK-UNPAD, diakses pada 25 Maret 2011,
PENGERTIAN
Model praktik keperawatan adalah diskripsi atau gambaran dari praktik keperawatan yang nyata dan akurat berdasarkan kepada filosofi, konsep dan teori keperawatan.Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP).
TUJUAN MODEL KEPERAWATAN
1.Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2.Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawata.
3.Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5.Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.
PELAYANAN KESEHATAN PRIMER(PHC)
Dalam penilainan tahunannya tentang kesehatan dunia, para delegasi yang menghadiri pertemuan ke 28 World Health Assembly di Geneva telah memutuskan bahwa situasi global sekarang ini tidak sehat. Sejumlah contoh dari berbagai belahan dunia telah meyakinkan mereka bahwa penggunaan suatu pendekatan yang disebut PHC, dapat berkontribusi sangat besar dalam membebaskan seluruh masyarakat dari penderitaan yang terabaikan, nyeri, ketidakmampuan dan kematian. Masyarakat global dapat terjamin, banyak beban berat dari berbagai penderitaan dan kematian yang tidak diinginkan oleh jutaan orang diseluruh dunia dapat dicegah melalui penerapan konsep PHC (Bryant,1969;Newell,1975).
Metode Keperawatan Primer
Metode ini pertama kali diperkenalkan di Inggris oleh Lydia Hall (1963) ini merupakan sistem dimana seorang perawat bertanggung jawab selama 24 Jam sehari, 7 hari per minggu,ini merupakan metode yang memberikan perawatan secara komprehensif, individual dan konsisten. Metode keperawatan primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan keterampilan manajemen. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan pasien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan mengevaluasi keefektivitasan perawatan. Sementara perawat yang lain menjalankan tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasi perawatan dan menginformasikan tentang kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Keperawatan Primer melibatkan semua aspek peran profesional, termasuk pendidikan kesehatan, advokasi, pembuatan keputusan, dan kesinambungan perawatan. Perawat primer merupakan manager garis terdepan bagi perawatan pasien dengan segala akuntabilatas dan tanggung jawab yang menyertainya.

Sabtu, 05 Mei 2012

PENYAKIT DBD

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang yang serba maju ini, kemajuan teknologi tidak bisa dipungkiri lagi. Tetapi terkadang hal itu tidak bisa diimbangi oleh kebiasaan hidup manusia akan menjaga kebersihan lingkungan. Banyak penyakit yang muncul akibat dari kelalaian terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Salah satunya adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau disebut juga Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali daerah-daerah yang memiliki ketinggian lebih dari seribu meter dari permukaan air laut.
Hampir setiap tahunnya di Indonesia ada saja orang yang terjangkit penyakit DBD. Hal ini membuktikan bahwa sebagian masyarakat masih kurang sadar terhadap kebersihan lingkungan serta lambatnya pemerintah dalam mengantisipasi dan merespon terhadap merebaknya kasus DBD ini.
Masyarakat seringkali salah dalam mendiagnosis penyakit DBD ini dengan penyakit lain seperti flu atau typhus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bersifat asistomatik atau tidak jelas gejalanya. Pasien DBD biasanya atau seringkali menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual maupun diare.
Masalah bisa bertambah karena virus DBD dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau typhus. Oleh karena itu, permasalahan DBD masih belum mencapai titik terang hingga sekarang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengulas lebih dalam DBD dalam karya tulis yang berjudul, “Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Berbagai Macam Permasalahannya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan penyakit DBD ?
2.      Apa penyebab penyakit DBD ?
3.      Apa gejala-gejala yang akan ditimbulkan penyakit DBD ?
4.      Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan yang tepat bagi penderita penyakit DBD ?

C.    Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat penulisan adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui pengertian penyakit Demam Berdarah Dengue dan gejala-gejala yang ditimbulkan.
2.      Mengetahui penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue tersebut serta cara pencegahan terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue.
3.      Agar masyarakat lebih mewaspadai bahaya dari penyakit Demam Berdarah Dengue.
4.      Agar tidak ada lagi kesalahpahaman dalam mendiagnosis penyakit Demam Berdarah Dengue dalam lingkungan masyarakat awam, sehingga mampu melakukan langkah-langkah pengobatan terhadap penyakit DBD dengan benar.

D.    Metode Penelitian
Metode penelitian dalam paper ini menggunakan metode study kepustakaan yang merupakan kegiatan penelusuran dan penelaahan literatur-literatur. Metode ini diperuntukkan untuk melakukan penelitian yang dianggap sebagai bentuk survey dari data yang sudah ada dengan melacak informasi dari buku-buku, koran, iklan, majalah dan internet.

E.     Sistematika Penulisan
Pada paper penulis yang berjudul “Demam Berdarah Dengue dan Berbagai Macam Permasalahannya” terbagi menjadi 4 bab. Pembagian penulisan dalam paper ini untuk memudahkan penulis dalam menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan yang ada.
Adapun sistematika penulisan paper ini diuraikan sebagai berikut :
Bab Satu – Pendahuluan, yang berisikan : latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Dua – Kajian Teori, yang didalamnya membahas tentang pengertian penyakit Demam Berdarah Dengue, cara mengetahui penyebab dari penyakit Demam Berdarah Dengue, mengetahui gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penyakit Demam Berdarah Dengue, mengetahui cara pencegahan dan pengobatan bagi para penderita Demam Berdarah Dengue.
Bab Tiga – Pembahasan, berisikan tentang penyajian data dan pemecahan terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penyakit Demam Berdarah Dengue.
Bab Empat – Penutup, yang mana isinya adalah kesimpulan dan saran.




BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian Penyakit Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. (http://id.wikipedia.org/wiki/demam berdarah)

B.     Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue ini disebabkan oleh empat macam virus dengue dengan tipe Den 1, Den 2, Den 3, dan Den 4. Keempat virus tersebut dalam group B Arthropod Borne Viruses (Arboviruses). Dan keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta.
Dari empat tipe virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan tipe Den 1 dan Den 3.
Keempat tipe virus tersebut merupakan genus dari flaviverus famili flaviviridae. Setiap serotipe cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi – silang dan wabah yang disebabkan beberapa serotipe (hiperendemisitas) dapat terjadi. Penyakit Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ini disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (http://litbang.depkes.go.id/maskes/05-2004/demamberdarah.htm)

C.    Gejala-Gejala Yang Ditimbulkan Oleh Demam Berdarah Dengue
Pada awal serangan penderita Demam Berdarah Dengue memiliki hal-hal sebagai berikut :
1.      Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 0C – 40 0C)
2.      Manifestasi pendarahan, dengan bentuk uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
3.      Hepatomegali (pembesaran hati)
4.      Syok, tekan nadi turun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
5.      Trombositopeni, pada hari ke 3-7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 / mm3.
6.      Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai hematokrit.
7.      Pendarahan hidung dan gusi.
8.      Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah. (http://www.geocities.com/mitra-sejati-2000/dbd.htm, konsultasi “bagaimana cara mengenali demam berdarah ?”)

D.    Cara-cara Pencegahan dan Pengobatan
1.      Cara Pencegahan
Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk demam berdarah (Aedes Aegypti) dengan cara PSN (pemberantasan sarang nyamuk). Upaya ini merupakan cara yang paling mudah, murah, ampuh, terbaik dan dapat dilakukan oleh masyarakat dengan cara sebagai berikut :
a.       Membersihkan atau menguras tempat penyimpanan air seperti : bak mandi, drum, vas bunga, tempat minum burung, perangkat semut, dan lain-lain sekurang-kurangnya satu minggu sekali.
b.      Tutuplah tempat penampungan air dengan rapat, agar supaya nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu.
c.       Kuburlah atau buang pada tempatnya barang-barang bekas seperti : kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah dan barang yang lainnya yang dapat menampung air hujan agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk.
d.      Tutuplah lubang-lubang pada pagar yang terbuat dari bambu dengan tanah atau adukan semen.
e.       Lipatlah kain atau pakaian yang bergelantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap di situ.
f.       Untuk tempat-tempat yang tidak mungkin atau sulit untuk dibersihkan dan dikuras, taburkanlah bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut yang fungsinya untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.
Selain 6 cara di atas, cara memberantas nyamuk Aedes Aegypti dapat juga dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a.       Penyemprotan menggunakan zat kimia
b.      Pengasapan dengan insektisida
c.       Memutus daur hidup nyamuk dengan menggunakan ovitrap dan memelihara ikan cupang atau ikan pemakan jentik
Untuk memberantas jentik-jentik nyamuk dapat menggunakan serbuk ABATE, dengan komposisi takaran 1 gram serbuk ABATE untuk 10 liter air.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan “3 M PLUS” yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat. (http://felori.wordpress.com)
2.      Cara-cara Pengobatan
Pengobatan penderita penyakit Demam Berdarah Dengue dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.       Untuk mengantisipasi demam dapat diberikan Paracetamol.
b.      Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter – 2 liter dalam 24 jam seperti : air teh, gula sirup, jus buah-buahan atau susu.
c.       Sebagai pertolongan pertama dapat diberi Oralit (garam elektrolit) kalau perlu 1 sendok makan tiap 3-5 menit.
d.      Apabila kadar hemotokrit turun sampai 40% muka harus diinfus Nacl atau ringer.
e.       Antibiotik boleh diberikan apabila terjadi infeksi sekunder.
f.       Pada saat penderita syok atau pingsan maka boleh diberikan oksigen.
g.      Transfusi darah boleh diberikan apabila penderita mengalami pendarahan yang signifikan.
h.      Penggantian cairan tubuh.
Hal yang perlu diperhatikan saat pemberian cairan pengganti tubuh atau infus, harus diawasi selama 24 jam sampai dengan ditandai jumlah urine cukup, denyut nadi yang kuat dan tekanan darah membaik. Apabila pemberian cairan intravena diteruskan setelah ada tanda-tanda tersebut maka akan terjadi over hidrasi yaitu dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah cairan dalam pembuluh darah, edema paru-paru dan gagal jantung. (http://litbang.depkes.go.id/maskes/05-2004/demamberdarah1.htm)




BAB III
PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH

A.    Penyajian data
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang bersifat endemik pada beberapa kota di Indonesia. Misalnya di Kabupaten Mojokerto pada 23 Januari 2009 terdapat peningkatan jumlah penderita DBD dalam 2 hari, dari 20 kasus sebelumnya meningkat drastis menjadi 61 kasus. Bahkan korban meninggal diketahui sebanyak 5 orang dari sebelumnya 4 orang rata-rata balita berusia diantara 3,5 tahun hingga 5 tahun.
Kendati jumlah korban cukup mengkhawatirkan namun menurut Dinas Kesehatan (Dinkes), kasus ini belum masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB) melainkan masuk fase endemi (wabah).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto dr. Noer Windijantoro mengatakan status kejadian luar biasa di suatu daerah dilihat berdasarkan jumlah penderita demam berdarah di suatu daerah (desa) yang jumlah penderitanya mencapai 50 orang. Beliau juga mengatakan meski sudah ada yang meninggal di belajar daerah (desa) tetapi sekarang ini belum bisa dinyatakan sebagai kejadian luar biasa, untuk sementara itu statusnya masih dianggap endemi (wabah).
dr. Noer Windijantoro juga menjelaskan endemi demam berdarah melalui nyamuk Aedes Aegypti diprediksi akan terus mengalami peningkatan dalam tiga bulan ke depan, yaitu bulan Januari, Februari dan Maret. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya perubahan musim (pancaroba) sekaligus menjadi puncak perkembangan nyamuk Aedes Aegypti serta menjalarnya nyamuk dari beberapa daerah melalui transportasi karena mengalami perubahan yang sama. (Harian Radar Mojokerto, 24 Januari 2009)
Sementara itu kejadian luar biasa (KLB) DBD hampir setiap tahunnya terjadi. Kejadian luar biasa (KLB) terbesar terjadi pada tahun 1998 dan incident rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Pada thaun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17% namun pada tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 22,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya sektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe sel virus yang bersikukuh di sepanjang tahun.
Sejak awal bulan Januari sampai dengan tanggal 5 Maret 2004 total kasus DBD di seluruh propinsi Indonesia sudah mencapai 25,015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang. Kasus tertinggi terdapat di propinsi DKI Jakarta (11.534 orang). (Kompas, 11 Maret 2004)


B.     Pemecahan Masalah
Berdasarkan data di atas untuk memecahkan masalah tentang DBD dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1.      Upaya yang dilakukan oleh Badan Litbang Kesehatan
Dalam rangka membantu mengatasi penyakit Demam Berdarah Dengue, Badan Litbang Kesehatan telah melakukan beberapa penelitian, diantaranya :
a.       Penelitian soeroepidemiologi infeksi virus dengue pada anak-anak dan remaja.
b.      Penelitian evaluasi dan pembinaan Pokja DBD khususnya ibu dasa wisma dalam pelaksanaan penanggulangan penularan penyakit Demam Berdarah Dengue.
c.       Penelitian peningkatan penanggulangan Demam Berdarah Dengue berbasis masyarakat dengan pendekatan pendidikan kesehatan masyarakat.
d.      Penelitian pengembangan metode pemberantasan Demam Berdarah Dengue di daerah endemis kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
e.       Penelitian Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue di DKI Jakarta.
f.       Penelitian wabah Demam Berdarah Dengue pada seluruh rumah sakit di DKI Jakarta.
Badan Litbang Kesehatan kerjasama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilen dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS).
EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS (Badan Litbang Kesehatan Depkes RI) secara cepat. Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala atau karakteristik penyakit, tempat atau lokasi, dan waktu kejadian di seluruh rumah sakit Dati II di Indonesia. (http://www.depkes.go.id Dirjen PPM-PL Depkes 2004 Kebijaksanaan Program P2 DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia)
2.      Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Dalam rangka mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit Demam Berdarah Dengue, pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan, diantaranya adalah :
a.       Memerintahkan semua rumah sakit untuk tidak menolak pasien yang menderita Demam Berdarah Dengue.
b.      Meminta Direktur Rumah Sakit untuk memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita Demam Berdarah Dengue sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku serta membebaskan seluruh upaya pengobatan dan perawatan penderita yang tidak mampu sesuai dengan program PKPS – BBMi program Kartu Sehat.
c.       Melakukan fogging secara massal di daerah yang banyak terkena Demam Berdarah Dengue.
d.      Melakukan penggerakan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M PLUS.
e.       Menurunkan tim bantuan teknis untuk membantu rumah sakit di daerah yang terdiri dari unsur-unsur Ikatan Dokter Anak Indonesia, Persatuan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Indonesia.
f.       Membantu propinsi yang mengalami KLB dengan dana masing-masing Rp. 500 juta di luar bantuan gratis ke rumah sakit.
g.      Menyediakan call center diantaranya yaitu :
·         DKI Jakarta, Pusadaldukes (021) 34835188 (24 jam)
·         Depkes, Sub Direktorat Surveilans (021) 4265924, (021) 42802669
·         Depkes, Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK), (021) 5265043
h.      Melakukan kajian sero-epidemiologis untuk mengetahui penyebaran virus dengue. (http://www.depkes.go.id Dirjen PPM-PL Depkes 2004 Kebijaksanaan Program P2 DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia)


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan         
Dari pembahasan dalam paper di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Demam Berdarah Dengue adalah penyakit febril akut yang ditemukan di daerah tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria.
2.      Penyebab penyakit DBD di Indonesia adalah virus dengue dengan tipe Den 1, Den 2, Den 3, dan Den 4.
3.      Perlunya kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue terutama pada waktu musim penghujan.
4.      Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 3M PLUS.

B.     Penutup               
Dalam upaya mengatasi penyakit Demam Berdarah Dengue ada beberapa saran dari penulis yang dapat diikuti, diantaranya :
1.      Bagi setiap masyarakat hendaknya mau menerapkan pola hidup sehat serta menjaga kebersihan lingkungan.
2.      Hendaknya diberikan penyuluhan dan bimbingan terhadap para siswa di sekolah tentang penyakit Demam Berdarah Dengue.
3.      Perlunya dilakukan 3M PLUS yaitu menutup, menguras, menimbun serta beberapa plus-plus lainnya seperti memelihara ikan cupang atau ikan pemakan jentik.
4.      Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.




DAFTAR PUSTAKA

Harian Kompas, 11 Maret 2004
Harian Radar Mojokerto, 24 Januari 2009
http://www.depkes.go.id Dirjen PPM-PL Depkes 2004 Kebijaksanaan Program P2 DBD dan Situasi Terkini DBD di Indonesia
http://www.geocities.com/mitra-sejati-2000/dbd.htm, konsultasi “bagaimana cara mengenali demam berdarah ?”
http://id.wikipedia.org/wiki/demam berdarah
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/05-2004/demamberdarah.htm